Langsung ke konten utama

Soil Science is the way to catch my future

Hi, my name is Winna Adelina I was born in Pontianak, July 16th, 1998. My short name is Nina, I love this name because my family always call my name like a lullaby. I live on Jl. Budi Utomo Komp Purnajaya 1 No. 86. I was school in Senior High School number 5 Pontianak. And now I study in Tanjungpura University, Faculty of Agriculture, Soil Science Majors. My hobby is listening to the music and writing a story. My favorite song is “Bruno Mars – When I Was Your Man”. My favorite food is Sate, Soto and Chaikue. My favorite drink is apple juice, dragon fruite juice and coffee. My idol is Timoty Marbun he is a news anchor. My favorite colour is pink, blue and purple. My father named is Darwin Wahyudi and my mother named is Delyana. I have little brother the name is Ferris Winaldy. And I have a pet, he is a cat the named is timmy.
I choose Soil Science Major as my third choice. At the first choice I choose Medical Faculty because my father want me to be a doctor and he want me to be the first grandchild of my grandfather who can to be a doctor. But I’m not sure, cause I’m not too smart to be a doctor and if I study in Medical Faculty definitely need a lot of money to pay for college. At he second choice I choose Faculty of Education, Mathematics Major because in Senior High Scool I'm including students who are good at math and my math teacher really likes me. I liked math since I was in elementary school. My math national test scores at the elementary school is 9.75. I want to be a math teacher since in Junior High School. Maybe, because many people are interested in joining to the Faculty of Education so that I too can not be accepted there. But it’s okay because I have a third choice, is Soil Science Major. I choose Soil Science Major because my father worked in the oil palm company. I think the Soil Science Major has a very open way to work in palm oil company like my father.
I still in Soil Science Major because I know Allah give the best choice for me and I know my father and my mother always support me. My father proud of me because so many his friend say Soil Science is the best and I will so easy to work in palm oil companies. My uncle was worked in PTPN XIII say is good if I study in Soil Science, and he say I’ll become the successor to my father worked in the oil palm company. The important point is I really love Soil Science and I know this is the best way to got wonderful future. And for get wonderful future I have to study hard, always pray to my Allah and respect  my lecturer. I have to maintain my health, because in soil science we will often practice to the field. I have to finish the tasks given faculty. And I will always study hard and pray for graduation before 4 years.

Komentar

Baca juga, yuk!

Arunika : Budi, Seorang yang di Etalase

        Sore itu langit sedang indah-indahnya. Mimpi Arunika masih sama, namun ternyata jalan menuju mimpi tersebut tidak hanya berbau hal-hal akademik, organisasi, dan keluarga. Ia duduk di tepi sungai tempat biasa melihat senja, hari itu ia merenung dengan diri sendiri. Tanpa si Jingga sahabat karibnya yang sangat suka mengejar senja. Arunika sebetulnya sangat menyukai senja, memotret bahkan menulis tentangnya. Namun, bagaikan seorang yang sedang kekenyangan, kali itu ia hanya memadang senja dengan sebuah kesedihan, karena tak mampu melahapnya. Tak lama datang seorang pria berambut ikal sepinggang dengan kumis tipis dan tatapan tajam, Budi namanya.         Jauh sebelum ia duduk di tepi sungai dan melihat senja, Arunika sudah mengenal seorang Budi. Budi adalah aktivis HAM di kotanya, mereka saling kenal karena Komunitas Penggores Pena (KPP) tempat Arunika menyerahkan pemikiran dan rumah ketiga bagi Budi selain rumahnya dan sekretariat di kampus. Budi merupakan mahasiswa Fakultas

Legowo

              Hari ini aku mematahkan pensil kesayanganku yang menjadi teman ketika aku membaca buku, ia yang menandai kalimat-kalimat manis ataupun penuh makna di dalam buku-buku yang pernah ku baca. Sejauh perjalananku, tak pernah aku ingin menggantikan pensil itu, meskipun sudah terlihat usang dan rapuh. Jangankan untuk menggantikannya, berfikir akan hal itupun aku tak pernah. Lalu, entah kapan aku mengenal kata “ Legowo ” dan berfikir aku sudah pada tahap itu atas pensil patahku. Apakah aku sudah benar-benar legowo ?             Iseng saja, aku mencari arti legowo di google, hanya untuk memperkaya pemahamanku tentang kata itu. Aku juga mencari kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang ku temui adalah legowo merupakan kalimat tidak baku dari legawa yang berarti dapat menerima keadaan atau sesuatu yang menimpa dengan tulus hati; ikhlas; rela.             Perihal legowo , aku juga bertanya pada beberapa kawan yang berdarah Jawa maupun bukan, tentang pemahaman mer

RAIH (Kisah Tentang Ia yang Disampahkan)

Kali ini adalah langkah terberat untuk Arunika ketika ia harus memilih mundur atau bertahan. Senja masih menyinari senyumannya sore itu, namun untuk kesekian kali senja tak akan bisa mengiringinya dalam melangkah. Menempa diri tanpa stamina penempa, bagaikan sebuah kertas kosong yang tak ada arah, terbang berlalu tanpa sebuah rumah. Dengan berat hati, namun diiringi keberanian dan tekad. Ia memasukkan sebuah catatan panjang tentang kedewasaan yang pernah ia curi dari rumahnya. Terik mentari memang selalu menjadi sebuah keseharian, namun kali itu ia juga tak mengingat sama sekali ada seorang yang akan mengisi hari sepinya. Terlampau jauh dari masalah percintaan, masalah hidupnya jauh lebih pelik. Maka dari itu, ia memilih membutakan mata dan hatinya hari itu. Memungut sisa-sisa kesetiakawanan, berat namun sangat mengagumkan. Tugas akhir yang kian membunuh dirinya, namun malah ia diasingkan dari dunia hanya karena ia memilih berkutat dalam diam. Hidup memang sebuah pilihan. Mem