Mungkin.
Butuh bertahun lamanya tuk buat kakimu berlutut.
Walaupun tak berat bagimu tuk bersujud.
Kini, cukup kaki kecil ini melangkah.
Mendekati bahkan mengikuti.
Menemanimu dalam diam melihatmu dalam sepi.
Toh, awan tak perlu kata tuk melindungimu dari panas mentari.
Begitu pula aku.
Kini, izinkan kakiku berpijak.
Pada satu titik dimana matamu tak mampu mengelak.
Atau pada tempat dimana jiwamu tak bisa bergerak.
Toh, udara yg selalu kau hirup tak perlu isyarat tuk buatmu bernafas.
Begitu pula aku.
Kini, biarkan kaki ini berhenti.
Pada satu titik yg kau namai hati.
Tempat dimana jika ku pergi maka jiwamu mati.
Hingga tanpaku hidupmu sepi.
Toh, tanah tak perlu pamrih ketika kau jadikan ia tempat menanam kehidupan.
Begitu pula aku.
Memang.
Butuh seratus empat puluh delapan hari tuk buatku mengerti.
Butuh seratus empat puluh delapan hari tuk buatku mengakui.
Dan akan butuh beratus-ratus hari tuk buatmu menyadari.
Trans AD, 2 Mei 2017
Tak perlu sejuta mata tahu bahwa kau mengaguminya. Tak butuh beribu kata untuk mengungkapkan. Cukup dalam kebisuan, dalam keheningan. Dan untuk mengakui bahwa kau jatuh cinta, bukan semudah mengakui bahwa kau suka. Atau menyadari bahwa hanya dia yang kau fikirkan saat kau menutup mata di malam hari dan membuka mata kala fajar membuka hari. Walaupun baginya mudah untuk bersujud pada Tuhan, tapi sangat sulit untuk membuat ia berlutut untukmu. Sebaik-baiknya jatuh cinta adalah ketika kau melakukan segalanya untuk dia, tetapi tanpa sekalipun kau berharap dia mengetahui atau membalasnya. Kini biarkan keheningan dan tatapan penuh makna yang membuatnya sadar bahwa kau menyimpan sejuta cinta untuknya dan bahwa kau tak hanya ingin memilikinya tetapi selalu berada di dekatnya. Untuk seratus empat puluh delapan hari, akhirnya kuakui aku jatuh cinta pada ia yang kembali buat nadaku bergema.
Komentar
Posting Komentar