Langsung ke konten utama

A letter to my younger self and my 10-years-later self



Dear my younger self,

Winna, now you have been sitting on the bench in college. You shouldn't be lazing in terms of learning like you during high school. Now that you've been at the highest level. Keep on learning with gusto and don't forget you have to maintain the scholarship.
Maybe this time you still often hurt or happy because of love. But you have to remember, the future is not just about love. But the success and happiness your parents is everything. You have to find someone who not only usually tear the hearts of you, but you have to find a great guy who can accompany the towards success and success with you. believe me, one day you will be reunited with the man who long ago you want it.
Remember, you should always be the Winna spirit in the face of challenges. You remember, right? You are the first-born. After Dad's retirement later, you will become the backbone of the family. And you know? IPK you need to be always in the top 3 and you have to graduation in 4 years. You should also keep your health, do not ever eat spicy foods later ulcer you relapse. And the most important remains the preserve of friendship you shared your friends, because friendship is the most important thing for reaching goals. Friend is one of the spear towards success.
Don't forget, Winna. You should remember to prayer and always remembered to yourself to read the Qur'an. Ask a you want in each bow down thy Winna, and tell your story is on Allah. You know right Winna only Allah faithful heard your story when no one would want to hear it. You could definitely be an incredible woman.



Dear my 10-years-later self,

Hi, Winna. Now you've 28 years. Hopefully in this time you've been a great career woman. Have you met your soul mate? I'm sure he must have been a very great guy and can take you to heaven. Hopefully you guys can always be together until the end of the world and it is in heaven. Winna, you have to take care of mom and dad, don't forget you also have to help Ferris in reaching for the future.
Winna, I will always try to be a great woman so that you're now a woman that much more fabulous. If you already have children, now you have to remember. even though you are busy at work, you should still have time for your son. Never overload the mother by keeping your son, since mom already keep thee to in the womb until you born. You should also maintain and care for your husband,  you both should always be in the way of Allah so that you can meet in the afterlife.
Age of mother is now 52 years old, definitely mother stay beautiful like 10 years ago. And may your mother is still healthy, you should guard your mother and make her happy. Don't ever let your mother hard at work, you should work hard for mother. And dad is now 60 years old, Winna I hope now you've bring dad to watch Motogp directly and meet Valentino Rossi. Because you and father really likes Valentino Rossi. Winna, you have to bring mother and father to the Holy Land of Mecca. You should always care for them both. You know right, the strongest and weakest point you have on them. If they are happy, you will be the happiest people in the world. And if they are grieving, you will be the one that most grieving.
Never waste time that Allah gave for keeping mum & dad. Dear husband and your son, give time and compassion for them. Make a successful for Ferris in order that can boast of mom and dad. May we and family can meet in the afterlife and happy ever after. Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin ...

Komentar

Baca juga, yuk!

Arunika : Budi, Seorang yang di Etalase

        Sore itu langit sedang indah-indahnya. Mimpi Arunika masih sama, namun ternyata jalan menuju mimpi tersebut tidak hanya berbau hal-hal akademik, organisasi, dan keluarga. Ia duduk di tepi sungai tempat biasa melihat senja, hari itu ia merenung dengan diri sendiri. Tanpa si Jingga sahabat karibnya yang sangat suka mengejar senja. Arunika sebetulnya sangat menyukai senja, memotret bahkan menulis tentangnya. Namun, bagaikan seorang yang sedang kekenyangan, kali itu ia hanya memadang senja dengan sebuah kesedihan, karena tak mampu melahapnya. Tak lama datang seorang pria berambut ikal sepinggang dengan kumis tipis dan tatapan tajam, Budi namanya.         Jauh sebelum ia duduk di tepi sungai dan melihat senja, Arunika sudah mengenal seorang Budi. Budi adalah aktivis HAM di kotanya, mereka saling kenal karena Komunitas Penggores Pena (KPP) tempat Arunika menyerahkan pemikiran dan rumah ketiga bagi Budi selain rumahnya dan sekretariat di kampus. Budi merupakan mahasiswa Fakultas

Legowo

              Hari ini aku mematahkan pensil kesayanganku yang menjadi teman ketika aku membaca buku, ia yang menandai kalimat-kalimat manis ataupun penuh makna di dalam buku-buku yang pernah ku baca. Sejauh perjalananku, tak pernah aku ingin menggantikan pensil itu, meskipun sudah terlihat usang dan rapuh. Jangankan untuk menggantikannya, berfikir akan hal itupun aku tak pernah. Lalu, entah kapan aku mengenal kata “ Legowo ” dan berfikir aku sudah pada tahap itu atas pensil patahku. Apakah aku sudah benar-benar legowo ?             Iseng saja, aku mencari arti legowo di google, hanya untuk memperkaya pemahamanku tentang kata itu. Aku juga mencari kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang ku temui adalah legowo merupakan kalimat tidak baku dari legawa yang berarti dapat menerima keadaan atau sesuatu yang menimpa dengan tulus hati; ikhlas; rela.             Perihal legowo , aku juga bertanya pada beberapa kawan yang berdarah Jawa maupun bukan, tentang pemahaman mer

RAIH (Kisah Tentang Ia yang Disampahkan)

Kali ini adalah langkah terberat untuk Arunika ketika ia harus memilih mundur atau bertahan. Senja masih menyinari senyumannya sore itu, namun untuk kesekian kali senja tak akan bisa mengiringinya dalam melangkah. Menempa diri tanpa stamina penempa, bagaikan sebuah kertas kosong yang tak ada arah, terbang berlalu tanpa sebuah rumah. Dengan berat hati, namun diiringi keberanian dan tekad. Ia memasukkan sebuah catatan panjang tentang kedewasaan yang pernah ia curi dari rumahnya. Terik mentari memang selalu menjadi sebuah keseharian, namun kali itu ia juga tak mengingat sama sekali ada seorang yang akan mengisi hari sepinya. Terlampau jauh dari masalah percintaan, masalah hidupnya jauh lebih pelik. Maka dari itu, ia memilih membutakan mata dan hatinya hari itu. Memungut sisa-sisa kesetiakawanan, berat namun sangat mengagumkan. Tugas akhir yang kian membunuh dirinya, namun malah ia diasingkan dari dunia hanya karena ia memilih berkutat dalam diam. Hidup memang sebuah pilihan. Mem